PENDAHULUAN
Niat merupakan syarat layak/diterima atau tidaknya amal
perbuatan, dan amal ibadah tidak akan mendatangkan pahala kecuali berdasarkan
niat (karena Allah ta’ala). Waktu pelaksanaan niat dilakukan pada awal ibadah
dan tempatnya di hati. Ikhlas dan membebaskan niat semata-mata karena Allah
ta’ala dituntut pada semua amal shalih dan ibadah. Seorang mu’min akan diberi ganjaran pahala
berdasarkan kadar niatnya. Semua perbuatan yang bermanfaat dan mubah (boleh)
jika diiringi niat karena mencari keridhoan Allah maka dia akan bernilai
ibadah,yang membedakan antara ibadah dan kebiasaan rutinitas adalah niat.
Dan pada salah satu sabda nabi Muhammad SAW yang berbunyi
"Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang
(tergantung) apa yang diniatkan; Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang
ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka
hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan" (Bukhari, muslim, ahmad, abu
daud, ibnu majah, tirmidzi)
Aspek niat itu meliputi 3 hal :
1.
Diyakini
dalam hati.
2.
Diucapkan
dengan lisan (tidak perlu keras sehingga dapat mengganggu orang lain atau
bahkan menjadi ijma.
3.
Dilakukan
dengan amal perbuatan.
Jadi niat akan lebih kuat bila ke tiga aspek diatas
dilakukan semuanya, sebagai contoh saya berniat untuk salat, hatinya berniat
untuk salat, lisannya mengucapkan niat untuk salat dan tubuhnya melakukan amal
salat. Demiikian pula apabila kita mengimani segala sesuatu itu haruslah dengan
hati yang yakin, ucapan dan tindakan yang selaras.
Dengan definisi niat yang seperti ini diharapkan orang
Islam atau Muslim itu tidak hanya 'semantik' saja karena dengan berniat berati
bersatu padunya antara hati, ucapan dan perbuatan. Niat baiknya seorang muslim
itu tentu saja akan keluar dari hati yang khusyu dan tawadhu, ucapan yang baik
dan santun, serta tindakan yang dipikirkan masak-masak dan tidak tergesa-gesa
serta cerdas. Karena dikatakan dalam suatu hadits Muhammad apabila yang
diucapkan lain dengan yang diperbuat termasuk ciri-ciri orang yang munafik.
PEMBAHASAN
NIAT
DALAM MENCARI ILMU
- Teks Hadits
حَدَّثَنَا عَِليُّ بْنُ نَصْرِ بْنُ عَِليٍّ
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عََبََّادٍ الهُنَائِى حََدَّثََنَا عَِليُّ بْنُ المُبَرَكِ
عَنْ أَيُّوْبَ السََّخْتِيَانِيْ عَنْ خَاِلدِ بْنِ دُرَيْكٍ عَنْ بْنِ عُمَرَ عَنْ
النَّبِيِ صَلَّ الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا لِغَيْرِ اللهِ
أَوْ أَرَادَ ِبه غَيْرَ اللهِ فَلْيَتَبَوَّأ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّاِر
: روه الترمذي
Ali bin Nashr bin Ali
menceritakan kepada kami(Imam Tirmidzi), Muhammad bin Abbad Al Hana’i
memberitahukan kepada kami, Ali bin Al Mubarak memberitahukan kepada kami, dari
Ayyub AS Sikhtiyani, dari Khalid bin Duraik dari Ibnu Umar dari Nabi SAW
bersabda, “Barang siapa belajar ilmu karena selain Allah atau menghendaki
dengan ilmu itu selain Allah, maka hendaklah ia menyiapkan tempat duduknya di
neraka.” (Riwayat At-Tirmidzi)[1]
B.
Kosa Kata (Mufrodat)
تَعَلَّمَ = Belajar
عِلْمً = Ilmu
غَيْرَ = Selain
C.
Kandungan Hadits
Hadits
di atas berbicara tentang pentingnya niat mencari ilmu. Dalam mencari ilmu
hendaknya seseorang harus benar-benar menjaga niatnya, karena jika ia salah
dalam niatnya, Maka Allah SWT telah menyiapkan tempat duduk bagi dia di neraka.
Pada hakekatnya niat ikhlas karna Allah SWT tidak hanya terbatas untuk menuntut
ilmu saja, melainkan segala amal baik seoarang muslim hendaknya karena Allah
SWT, sebagaiman FirmanNya yang berbunyi:
ûïÏe$!$# tã t&s! ûüÅÁÎ=øèC (©!$# ! (#rßç6÷èuÏ9#wÎ)ÿrâÉDé& $tBur
Artinya : “ Padahal mereka
tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadanya dalam menjalankan agama dengan lurus”
Ketika Hamka menafsirkan ayat ini, beliau mengomentari ;
segala amal dan ibadat, atau apapun jua perbuatan yang bersangkutan dengan
agama, yang dikerjakan dengan kesadaran, hendaklah ikhlas karena Allah swt
belaka, bersih dari pada pengaruh yang lain. Dengan menjauhkan diri dari
kesesatan, yaitu condong kepada kebenaran laksana jarum kompas (pedoman) kemana
pun dia diputarkan, namun jarumnya selalu condong ke utara. Demikian hendaknya
hidup manusia, condong kepada yang benar, tidak dapat dipalingkan kepada yang
salah.[3]
Menuntut
ilmu akan menjadi sebuah ibadah dan merupakan bukti ketaan kepada Allah swt
apabila di niati sebagi mana ayat
diatas. Bahwasanya ayat diatas menjelaskan, manusia diperintah hanya untuk
beribadah kepada Allah swt dan berbuat ikhlas dalam menjalankan agamanya.
Sebagai
sebuah konsekuensi apabila seorang penuntut ilmu terdapat niatan yang salah
bukan karena ridlo Allah swt atau hany untuk mencari kesenangan dunia belaka,
maka ia tidak akan pernah mendapatkan bau harumnya surga di hari kiamat nanti
Islam
adalah agama yang ajarannya banya menyerukan kepada pemeluknya untuk menuntut
ilmu, karena agama tidak akan dipahami tanpa ilmu. Dalam konteks ini niatan
mencari ilmu sebagaimana bunyi di dalam al- Qur’an dalam surat Al- Bayyinah
ayat 5, hanya dipergunakan untuk menegakkan ajaran islam.
Sebagai
motivasi para penuntut ilmu adalah mendapatkan ridlo Allah dalam bentuk
konkritnya adalah surga, karena seseorang yang pergi untuk mencari ilmu, maka
Allah akan memudahkan ia untuk masuk surga. Tidak dipungkiri selama perjalanan mencari ilmu, niat
seorang pelajar kemungkinan besar bias berubah. Maka langkah untuk
mengantisipasinya adalah sebagai berikut :
Selalu melakukan “ tajdidun niat “ ( memperbaruhi niat )
jadi untuk mengantisipasi agar orientasi penuntut ilmu tidak berubah, pada
sewaktu memperbaruhi niat, merupakan jawaban yang paling tepat. Bagi seorang
yang cerdik, ia akan memperbaruhi niatnya untuk memastikan hati dan perasaan
agar terus teguh memadu kehidupan sebagai seorang penuntut ilmu, ia akan
meneguhkan hati dan niatnya agar tidak mudah menerima bisika syaitan. Konsep
niat yang diterapkan oleh Rasul bukan sekedar satu prinsip yang dipegang untuk
mencapai kebahagiaan dunia saja, tetapi juga kebahagiaan di akhirat kelak.
Ayat lain yang menunjang keutamaan niat adalah :
ö@è%
¨bÎ)
ÎAx|¹
Å5Ý¡èSur
y$uøtxCur
ÎA$yJtBur
¬!
Éb>u
tûüÏHs>»yèø9$#
ÇÊÏËÈ
Artinya : “Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam (QS. Al An’aam : 162)
Ayat ini menjelaskan tentang iman kepada
Allah itu dengan kesatuan tujuan ibadat kepada-Nya pula sebab kita telah
percaya bahwa Dia Esa, maka kitya atukan satukan pula ibadat kita kepada-Nya.
Nabi muhammad mempelopori ibadah itu, sebab itu beliau disuruh menyatakan
dengan tegas bahwa sembahyang beliau hanya karena Allah dan untuk Allah.
Pertama sembahyang , karena inilah pokok. Tanda acara kepadanya dan tanda cinta
kepadanya. Bila datang panggilan, maka disaat itu juga aku hadir. Allah maha
besar, Allah maha besar ! yang lainkecil yang remeh berhala. Kemudian itu ialah
ibadatku semuanya. Disini disebut nusuki, yang diartikan pada umumnya untuk
sekalian ibadat. Sedangkan pangkal pokok arti dipakai untuk penyembelihan
kurban ketika mengerjakan haji untuk Allah. Bahkan bukan itu saja, hidupku
inipun dan matikupun untuk Allah, karena Allah. Semuanya itu aku serahakan
kepada tuhanku Allah. Tuhan dari sarwa sekalian alam ini, tidak dua, tidak
berbilang, hanya satu. Dengan segenap kesadaran hidupku ini, aku kurbankan
untuk mencapai ridha-Nya dan dengan segenap kesadaran pula aku bersedia bila
saja datang panggilan maut, buat menghadap hadiratnya.
Al- Ghozali menuliskan dalam kitabnya ihya’ ulumiddin
bahwa pelajar harus rajin dan bersungguh- sungguh dalam menuntut ilmu. Jangan
sampai menuntut ilmu berubah menjadi keserakahan yaitu untuk mengumpulkan
kelebihan duniawi. Jika demikian tujuan niatnya, berarti ia adalah seorang yang
sedang berusaha untuk meruntuhkan agamanya dan menjerumuskan dirinya, serta menjual akhiratnya yang abadi
dengan kepentingan dunia yang hampa ini. Sebaliknya apabila niat dan tujuannya
hanya karena Allah dan hanya dirinya yang tahu, karena hendak mencari hidayah
bukan sekedar mencari kesenangan duniawi maka bergembiralah. Sebab saat ia berjalan
mencari ilmu, ia akan dipayungi oleh malaikat dengan sayapnya, dan ikan-ikan di
airpun akan memohonkan pengampunan terhadapa Allah agar terkabul niat nya.[4]
Menurut K.H. Moch. Jamaludin Ahmad, orang yang menuntut
ilmu itu terbagi menjadi 3 golongan, yaitu :
1.
Orang
yang mencari ilmu karena hendak mencari bekal ke akhirat. Niatnya hanya untuk
mencapai keridhoan Allah dan bekal utuk hari
kiamat.
2.
Orang
yang mencari ilmu untuk persiapan kehidupan yang fana ini, disamping niat untuk
persiapan kehidupan akhirat lainnya hendak mencapi kekuasaan, kemuliaan,
kemegehan, dan harta benda. Sedang ia sadar bahwa niat yang demikian itu sama
sekali tidak bernilai dan tidak dihargai.
3.
Orang
yang mencari ilmu karena dipengaruhi oleh syaithon, ia mempergunakan ilmunya
untuk menambah kekayaan, membanggakan kemegahan dan menyombongkan diri. Ia
tidak dapat digolongan kedalam golongan orang yang berilmu, karena ia telah
digelapkan oleh tipu daya syaithon. Orang yang seperti ini
akan rusak dan mudah diperdaya.[5]
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa, niat
dalam segala perbuatan merupakan hal yang sangat penting. Karena jika dalam
niat saja seseorang telah keliru maka berat rasanya untuk menjalankan perbuatan
tersebut dan hasil yang akan dicapaipun tidak akan maksimal. Apalagi dalam
urusan ilmu, jangan sampai seseorang berniat untuk mencari kesenangan dunia
semata, karena hal yang demikian akan menghalangi ia untuk mendapatkan ridloNya
serta menghalangi langkahnya untuk menuju surga.
Pelajaran yang Terdapat dalam Hadits:
-
Niat
merupakan syarat layak/diterima atau tidaknya amal perbuatan, dan amal ibadah
tidak akan mendatangkan pahala kecuali berdasarkan niat (karena Allah Ta’ala).
-
Ikhlas
dan membebaskan niat semata-mata karena Allah Ta’ala dituntut pada semua amal
shalih dan ibadah.
-
Seorang
mu’min yg akan akan belajar dengan niat yang ikhlas akan diberi ganjaran pahala.
-
Semua
perbuatan yang bermanfaat dan mubah (boleh) jika diiringi niat karena mencari
keridhoan Allah maka dia akan bernilai ibadah.
-
Yang
membedakan antara ibadah dan adat (kebiasaan/rutinitas) adalah niat.
D.
Biografi Perawi
1. Ibnu Umar
Nama lengkap : Abdullah bin Umar bin Hafsi bin ‘Asim
bin Umar bin Khattab Al ‘Adawi.
Nama
panggilan : Abu Usman
Nasab : ‘Adawi Quraisy
Tahun
wafat : 74
H di Marwa al Rud
Guru : Rasulullah SAW, Kholid bin Kholid bin said
bin ‘ash, Salim bin Abdullah bin Umar, Umar bin nafi’, Qosim bin Muhammad bin
harist.
Murid : Ayyub as Syikhtiyani, Yahya bin sa’id al
anshori, Sulaiman bin bilal, Abdullah bin mubarok, Kholid bin haris, Abdurrohim
bin sulaiman, Kholid bin duraikin
2. Ayyub as
Syikhtiyani
Nama lengkap :
Ayub bin Abi Tamimah Khaisani
Nama panggilan :
Ibnu Abi Tamiyah
Nasab : As Syikhtiyani
Tahun wafat : 131 H
Guru : Khumaid bin Hilal
bin Hubairah , Hatim bin Wardani bin Mahran , Hasan bin Abi Ja’far, Kholid bin
Duraikin, Muhammad bin Abdullah bin Muhajir.
Murid : Isma’il bin Ibrahim
bin Ma’sam, Ali bin Mubarok
Kwalitas : Ibnu Hiban berkata
Tsiqoh[4]
3. Ali bin Mubarok
Nama lengkap
: Ali bin Mubarok Hana’i
Nasab :
Al Hana’i
Guru
: Abdul Azis bin Sihab,
Ayyub as Syikhtiyani, Yahya bin Abi Katsir, Muhammad bin Wasi’ Hasan bin
Muslim.
Murid : Ibnu Mubarok, Yahya bin al ‘anir’,
Muhammad bin ‘Abbad al Hana’I, Harun bin Isma’il, Utsman bin ‘Amar bin Fariz,
Harun bin Ismail, Muslim bin Ibrahim.
Kwalitas : Ibnu Hiban berkata Tsiqah Sholih bin
Ahmad berkata Tsiqoh
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad ,Mochammad Jamaludin. Pendidikan .Jombang : Pustaka
Al- Muhibbin. 2010.
Al- Apresi, M. Athiah. Dasar-dasar Pokok Pendidikan
Islam, terj. Bustami, A. Ghani, dan Djohar Bahri. Jakarta: Bulan Bintang. 1984
.
At- Tirmidzi, Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa. Sunan
Tirmidzi. Beirut: Dar al Fikri. 1994 M/1414 H.
Hamka. Tafsir al- Azhar. Jakarta: PT. Pustaka Panji Mas.
1983
Ibnu Hajar al Asqolani, Syihabuddin Ahmad bin Ali.
Tahdzibu al Tahdzib. Beirut : Dar al Fikri.1994 M / 1414 H
Imam al Ghozali. Ihya’ Ulumiddin. Semarang : CV. Asy
Syifa’. 1990.
Sulaiman
bin Abu Daud, Sunan Abu Daud. Beirut:
Dar al Fikri. 1994 M / 1414 H.