Rabu, 26 Oktober 2011

FAKTOR-FAKTOR DINAMIKA DALAM PENYESUAIAN DIRI


PENDAHULUAN[1]
Dalam psikologi, penyesuaian diri atau adaptasi disebut sebagai proses dinamika yang berkesinambungan yang dituju oleh seseorang untuk mengubah tingkah lakunya, supaya muncul hubungan yang selaras antara dirinya dengan lingkungannya.
Yang dimaksud dengan lingkungan di sini, mencakup segala sesuatu yang dapat mempengaruhi seluruh kemampuan dan kekuatan-kekuatan yang ada di sekeliling seseorang. Semua itulah yang sangat berperan mendukung jerih payahnya sehingga berhasil mencapai kehidupan rohani dan jasmani yang mantap. Lingkungan ini dibagi menjadi tiga, yaitu lingkungan alam, lingkungan masyarakat, dan lingkungan seseorang itu sendiri.
Lingkungan alam atau yang lazim disebut sebagai lingkungan eksternal ialah segala sesuatu yang berada disekeliling seseorang berupa hal-hal alami yang sangat penting sekali bagi kehidupan. Contohnya seperti pakaian, tempat tinggal, makanan dan seterusnya.
Lingkungan  sosial dan budaya ialah dimana seseorang hidup di dalamnya berikut dengan individu-individu yang lain, tradisi-tradisinya, dan aturan-aturan yang mengatur hubungan antarsesama mereka.
 Dan lingkungan ketiga ialah lingkungan yang terkait dengan diri seseorang yang bersangkutan. Lingkungan ini menuntut seseorang mampu bergaul dengan diri sendiri dan belajar bagaimana cara menguasai serta mematangkannya. Dengan demikian ia akan sanggup mengendalikan keinginan dan tuntunan-tuntunan yang naif dan tidak logis.


PEMBAHASAN

A.      Pengertian Penyesuaian Diri
Penyesuaian adalah suatu proses dinamik terus menerus yang bertujuan untuk mengubah kelakuan guna mendapatkan hubungan yang lebih serasi antara diri dan lingkungan; berdasarkan pengertian itu kita dapat membatasi faktor tersebut bahwa ia adalah kemampuan untuk membuat hubungan yang memuaskan antara orang dan lingkungannya[2].
Diri Anda sendiri-yaitu jumlah keseluruhan dari apa yang telah ada pada Anda; tubuh, perilaku, pemikiran, serta perasaan yang Anda hadapi setiap detik.[3]
Sementara itu, James F. Calhoun dan Joan Ross Acocella memberikan definisi yang lebih plastis mengenai penyesuaian diri. Dikatakan, “Penyesuaian dapat didefinisikan sebagai interaksi Anda yang kontinu dengan diri Anda sendiri, dengan orang lain, dengan dunia Anda” (Calhoun dan Acocella, 1990: 13). Menurut pandangannya ketiga faktor ini secara konstan mempengaruhi Anda. Dan hubungan tersebut bersifat timbal balik mengingat Anda secara konstan juga mempengaruhi mereka[4].

B.       Bentuk-Bentuk Penyesuaian Diri
Bentuk-bentuk penyesuaian diri itu bisa kita klasifikasikan dalam dua kelompok, yaitu :
1.        Adaptasi (adaptive)[5]
Bentuk penyesuain diri yang adaptive sering dikenal dengan istilah adaptasi. Bentuk penyesuaian diri ini lebih bersifat badani. Artinya, perubahan-perubahan dalam proses badani untuk menyesuaikan diri terhadap keadaan lingkungan.
“Adaptabilitas” atau kemampuan untuk beradaptasi, merupakan kunci kemampuan bertahan dari semua spesies tumbuh-tumbuhan dan binatang termasuk manusia.
Pada dasarnya, pengertian luas mengenai proses penyesuaian itu terbentuk sesuai dengan hubungan individu, tidak hanya mengubah kelakuannya dalam menghadapi kebutuhan-kebutuhan dirinya dari dalam dan keadaan di luar, dalam lingkungan tempat ia hidup, tetapi ia juga dituntut untuk menyesuaikan diri dengan adanya orang lain dan macam-macam kegiatan mereka. Maka, orang yang ingin menjadi anggota dari suatu kelompok, ia berada dalam posisi dituntut untuk menyesuaikan diri dengan kelompok itu.
2.        Adjustive[6]
Bentuk penyesuaian lain yang bersangkutan dengan kehidupan psikis kita, biasanya disebut sebagai bentuk penyesuaian yang adjustive. Hal ini dengan sendirinya berhubungan dengan tingkah laku. Sebagaimana kita ketahui, tingkah laku manusia sebagian besar dilatarbelakangi oleh hal-hal psikis ini, kecuali tingkah laku tertentu dalam bentuk gerakan-gerakan yang sudah menjadi kebiasaan atau gerakan-gerakan reflex. Maka, penyesuaian ini adalah penyesuaian diri tingkah laku terhadap lingkungan yang dalam lingkungan ini terdapat aturan-aturan atau norma-norma.

C.      Medan Penyesuaian Diri
Medan untuk penyesuaian diri (adaptasi) ada dua, yaitu:
1.        Penyesuaian diri (adaptasi) yang bersifat kepribadian[7]
Adaptasi kepribadian adalah jika seseorang merasa puas atas dirinya sendiri,  tidak memaksakan, tidak membenci, tidak memarahi, dan percaya sepenuhnya. Seseorang yang mampu melakukan adaptasi dengan pribadinya, kehidupan jiwanya akan lepas dari berbagai macam konflik batin yang dibarengi dengan perasaan bersalah, gelisah, duka, minder dan lain sebagainya.
Sebaliknya orang yang tidak bias beradaptasi dengan dirinya sendiri, ia akan mengalami sebuah pergumulan batin yang akan menyita segenap kemampuannya untuk menghadapi berbagai kehidupan yang keras. Akibatya ia terlihat sangat labil ketika harus menghadapi kesulitan-kesulitan hidup. Pikirannya sangat mudah kacau dan jiwanya gampang tergoncang jika sedang dilanda suatu masalah.
2.        Penyesuaian diri (adaptasi) yang bersifat kemasyarakatan[8]
Adaptasi kemasyarakatan adalah kalau seseorang sanggup menjalin relasi-relasi sosial yang menyenangkan bersama orang-orang yang bergaul dengannya atau yang bekerja bersamanya. Hubungan seperti itu jelas menjauhkannya dari rasa tertindas, atau dari hasrat yang kuat untuk menguasai atau memusuhi orang-orang yang berada di dekatnya, atau dari rasa ketergantungan kepada mereka.
Seseorang yang bisa beradaptasi dengan masyarakat, ia akan sanggup menguasai nafsunya pada situasi dimana emosinya harus meledak. Sehingga ia tidak mudah marah atau tersinggung oleh sebab-sebab yang sepele atau yang bersifat kekanak-kanakan.

D.      Faktor-Faktor Dinamika dalam Penyesuaian Diri
Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh membantu seseorang menciptakan penyesuaian diri pada kepribadian dan sosial. Diantaranya yang sangat penting ialah :
1.        Memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan pribadi[9]
Yang dimaksud kebutuhan pokok adalah kebutuhan jasmani atau fisik, seperti kebutuhan akan makan, minum, membuang kotoran dan kebutuhan akan istirahat. Pemuasan kebutuhan itu termasuk hal yang mutlak perlu; karena tanpa pemuasannya individu tersebut akan binasa.
Adapun kebutuhan pribadi,kadang disebut kebutuhan psiko-sosial. Maka pemuasan kebutuhan-kebutuhan tersebut merupakan faktor-faktor penting dalam proses penyesuaian diri yang diaharapkan. Diantaranya ialah kebutuhan akan rasa kasih sayang, rasa sukses, kestabilan, kebebasan, pengalaman, dan kebutuhan akan rasa kekeluargaan.
2.        Menyalurkan bakat untuk memenuhi kebutuhan[10]
Sesungguhnya, bakat terbentuk ketika seseorang masih berada dalam fase kehidupan yang dini. Karena itu, pada hakikatnya adaptasi akan menghasilkan pengalaman-pengalaman yang dialami oleh seseorang. Pengalaman-pengalaman ini berpengaruh pada upayanya mempelajari berbagai cara yang yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, dan dijadikan sarana untuk melakukan interaksi dengan orang lain di bidang kehidupan sosial.
Hal ini menguatkan asumsi betapa pentingnya lima tahun pertama dalam kehidupan seorang anak bagi pembentukan kepribadiannya. Pada tahun-tahun ini, seperti yang dinyatakan Freud, tanda-tanda pertama kepribadian anak terbentuk. Juga pada tahun inilah bisa dilihat apakah benih adaptasi yang ada padanya berkembang atau tidak.
3.        Seseorang mesti tahu siapa dirinya[11]
Hendaknya orang mengenal dirinya; sesungguhnya pengenalan orang akan dirinya merupakan salah satu syarat pokok dalam penyesuaian diri yang baik. Hendaknya orang mengetahui batas-batas dan kemungkinan-kemungkinan yang memungkinkannya memenuhi keinginan-keinginannya yang sedemikian rupa hingga menjadi kenyataan. Penilaian terhadap diri harus didasarkan atas pengenalan yang obyektif dan jujur terhadap diri.
4.        Seseorang perlu menerima keadaan dirinya[12]
Kepedulian seseorang untuk mau memikirkan keadaan dirinya, merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh bagi tingkah lakunya. Kepedulian seperti itu akan mendorongnya melakukan adaptasi dengan sesama individu-individu masyarakat. Selain itu, ia juga akan terdorong meraih kesuksesan sesuai dengan kadar kemampuannya, tanpa mencoba berusaha meraih kesuksesan di bidang-bidang yang di luar kemampuannya.
Sebaliknya, seseorang yang tidak mau menerima keadaan dirinya, ia akan selalu terjebak dalam situasi-situasi kegagalan yang membuat dirinya merasa lemah dan tidak berdaya.
5.        Fleksibel[13]
Maksud fleksibel di sini ialah sikap seseorang dalam merespon pengaruh-pengaruh baru secara proposional. Seseorang yang kaku dan tidak bias bersikap fleksibel, ia tentu sulit menerima hal-hal yang baru dalam hidupnya. Dari sini, adaptasinya menjadi rusak dan hubungannya dengan orang lain menjadi kacau balau begitu ia pindah ke lingkungan yang baru. Kehidupan di lingkungan yang baru ini praktis akan mengubah kehidupan yang telah biasa ia jalani sebelumnya. Berbeda dengan seseorang yang bisa bersikap fleksibel, ia akan merespon lingkungan yang baru secara proposional dan layak.
Sikap fleksibel ada dua macam. Pertama, ialah sikap fleksibel yang kuat, yakni ketika seseorang mampu beradaptasi dengan lingkungannya yang baru tanpa mengubah watak dan kepribadian yang asli. Kedua, ialah sikap fleksibel yang lemah, yakni ketika seseorang mau menerima perkembangan dan nilai-nilai lingkungan yang baru, tetapi berdampak dengan mengingkari watak serta kepribadian yang asli.












PENUTUP

Kesimpulan
Ø Penyesuaian diri adalah kemampuan seseorang untuk membuat hubungan yang lebih serasi antara dirinya, alam, dan lingkungan sosialnya.
Ø Bentuk-bentuk penyesuaian diri ada dua, yaitu adaptive dan adjustive.
Ø Medan-medan penyesuaian diri, yaitu penyesuaian diri (adaptasi) yang bersifat kepribadian dan penyesuaian diri (adaptasi) yang bersifat kemasyarakatan.
Ø Faktor-faktor dinamika dalam penyesuaian diri, yaitu :
-          Memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan pribadi
-          Menyalurkan bakat untuk memenuhi kebutuhan
-          Seseorang mesti tahu siapa dirinya
-          Seseorang perlu menerima keadaan dirinya
-          Fleksibel

















DAFTAR PUSTAKA

Fahmi, Musthafa, Prof., Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat. Jakarta: Bulan Bintang. 1977.
Mahfuzh, M. Jamaluddin, Psikologi Anak dan Remaja Muslim. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2001.
Sobur, Alex, Drs., Psikologi Umum. Bandung:  Pustaka Setia. 2003.


[1] Syaikh M. Jamaluddin Mahfuzh, Psikologi Anak dan Remaja Muslim. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001) hlm. 15-16

[2] Musthafa Fahmi, Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat. (Jakarta: Bulan Bintang, 1977) hlm. 24
[3] Alex Sobur, Psikologi Umum dalam Lintas Sejarah. (Bandung: Pustaka Setia, 2003) hlm. 526
[4] Alex Sobur, Psikologi Umum dalam Lintas Sejarah….hlm. 526
[5] Alex Sobur, Psikologi Umum dalam Lintas Sejarah…hlm. 529
[6] Alex Sobur, Psikologi Umum dalam Lintas Sejarah…hlm. 531
[7] Syaikh M. Jamaluddin Mahfuzh, Psikologi Anak dan Remaja Muslim….hlm. 6
[8] Syaikh M. Jamaluddin Mahfuzh, Psikologi Anak dan Remaja Muslim….hlm. 17
[9] Musthafa Fahmi, Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat….hlm. 25
[10] Syaikh M. Jamaluddin Mahfuzh, Psikologi Anak dan Remaja Muslim….hlm. 20
[11] Musthafa Fahmi, Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat….hlm. 28
[12] Syaikh M. Jamaluddin Mahfuzh, Psikologi Anak dan Remaja Muslim….hlm. 21
[13] Syaikh M. Jamaluddin Mahfuzh, Psikologi Anak dan Remaja Muslim….hlm. 21-22