Nikah Siri
A.
Pengertian Nikah Siri
Pernikahan
siri sering diartikan oleh masyarakat umum dengan :
Pertama, pernikahan tanpa wali. Pernikahan
semacam ini dilakukan secara rahasia (siri) dikarenakan pihak wali perempuan
tidak setuju. Atau
karena menganggap absah pernikahan tanpa wali. Atau
hanya karena ingin memuaskan nafsu syahwat belaka tanpa mengindahkan lagi
ketentuan-ketentuan syariat.[1]
Kedua, pernikahan yang sah secara agama namun
tidak dicatatkan dalam lembaga pencatatan negara.
B.
Sebab-sebab Berkembangnya Perkawinan Siri
Fenomena ini sungguh bertentangan dengan agama dan bertentangan nilai-nilai
dan tradisi. Ada beberapa sebab atau faktor-faktor yang
melatarbelakangiterjadidan berkembangnya pernikahansirri.
Diantaranya adalah:
1.
Nikah sirri dilakukan
karena hubungan yang tidak direstui oleh orang tua kedua pihak atau salah satu
pihak.
2.
Nikah sirri dilakukan karena
adanya hubungan terlarang.
3.
Nikahsirridilakukandengandalihmenghindaridosakarenazina.
4.
Nikahsirridilakukankarenapasanganmerasabelumsiapsecaramateridansecarasocial.
5.
Nikahsirridilakukanhanyauntukpenjagaan
danmenghalalkanhubunganbadansaja.
6. Nikahsirridilakukan
karena tidak adanya kemampuan melaksanakan perkawinan secara syariat dan di lembaga pencatatan sipil negara.[2]
C.
Hukum
Nikah Siri
Pernikahan semacam ini termasuk kedalam kategori zina
murni, pernyataan tersebut berdasarkan pada dalil-dalil sebagai berikut :
1. Pernikahan ini dilakukan tanpa sepengetahuan wali
perempuan adalah pernikahan yang bathil (tidak sah).
2. Pernikanahan ini dilaksanakan tanpa adanya pemberitahuan
dan walimah, maka pernikahan ini tidak ubahnya dengan zina yang tersembunyi.
3. Pernikahan dilakukan tanpa ada ketentuan untuk
menyediakan tempat tinggal dan mahar, maka apa bedanya dengan zina, hanya
kertas kecil yang mencatat kejadian itu, atau malah tidak tercatat sama sekali.[3]
D.
Hukum
Negara Tentang Nikah Siri
RUU Nikah Siri atau Rancangan Undang-Undang Hukum Materil
oleh Peradilan Agama Bidang Perkawinan yang akan memidanakan pernikahan tanpa dokumen
resmi atau yang biasa disebut sebagai nikah siri, kini tengah memicu
kontroversi ditengah-tengah masyarakat.
Pasal 143 dan
pasal 144 Rancangan
Undang-Undang
Pasal 143 RUU yang hanya
diperuntukkan bagi pemeluk Islam ini menggariskan, setiap orang yang dengan
sengaja melangsungkan perkawinan tidak di hadapan pejabat pencatat nikah
dipidana dengan ancaman hukuman bervariasi, mulai dari enam bulan hingga tiga
tahun dan denda mulai dari Rp6 juta hingga Rp12 juta. Selain kawin siri,draf
RUU juga menyinggung kawin mutah atau kawin kontrak. Yaitu pada pasal 144 menyebut, setiap orang yang melakukan perkawinan mutah dihukum
penjara selama-lamanya 3 tahun dan perkawinannya batal karena hukum.
E.
Akibat-akibat dari
Pernikahan Siri
1.
Banyak masyarakat yang telah mengetahui apa yang
menimpa barat, yang disebabkan oleh pengaruh kebebasan, seperti mewabahnya
penyakit-penyakit seksual.
2.
Bermunculan anak-anak tanpa keturunan (terlantar) di
masyarakat yang bebas, sehingga menjadi krisis yang sulit ditemukan
penyelesaiannya.
3.
Kebebasan tanpa batas telah merusak kelompok yang
berusaha mendapatkan kebabasan tersebut, sementara kelompok masyarakat telah
rusak itu akan merusak kelompok masyarakat yang lain.
4.
Melebarnya jurang pemisah antara anggota masyarakat,
sehingga menjadi sebuah hubungan yang egois, jauh dari tolong menolong, gotong
royong dan persaudaraan.[4]
Nikah
Mut’ah
A.
Pengertian Nikah Mut’ah
Dalam hukum pernikahan islam terdapat beberapa
bentuk pernikahan/ perkawinan yang dilarang. Diantaranya adalah kawin kontrak
atau kawin muaqqot atau kawin mut’ah. Dinamakan kawin kontrak atau kawin
muaqqot, karena kawin jenis ini telah ditentukan batas waktu berlangsngnya.
Sedangkan dinamakan kawin mut’ah, sebab kawin ini hanya untuk bersenang-sedang
saja antara pria dan wanita hanya untuk memuaskan nafsu, bukan untuk membina
rumah tangga yang sakinah mawaddah
warahmah.[5]
Sedangkan menurut Imam Ali Ash-Shobuni, kawin
kontrak (mut’ah) adalah seorang pria menyewa wanita hingga suatu waktu yang
telah ditentukan dengan ongkos yang telah dipastikan. Pria tersebut dapat
menggauli wanita yang bersangkutan dalam waktu yang telah ditentukan, kemudian
meninggalkan siwanita sesudah terpenuhi keinginannya.
Definisi lain menyebutkan bahwa nikah mut’ah
disebut juga zawaj muaqqot (kawin sementara) dan zawaj munqathi (kawin
kontrak), yaitu seorang laki-laki menyelenggarakan akad nikah dengan seorang
perempuan untuk jangka waktu sehari, sepekan, sebulan, atau batasan-batasan
waktu lainnya yang telah diketahui.[6]
Dan ini adalah perkawinan yang sudah disepakati akan keharamannya dan jika
seseorang mengadakan akad nikah semacam ini berarti ia terjerumus pada
perbuatan yang bathil.
B.
Hukum
Nikah Mut’ah
Untuk menentukan status hukum tentang nikah mut’ah, maka
dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam pendapat, yaitu:[7]
1. Imam abu Hanifa, imam Malik, imam Syafi’i, imam Al-Laits
dan imam Al-Auzaa’iy mengatakan bahwa perkawinan Mut’ah itu hukumnya haram.
Pendapat ini didasarkan pada beberapa hadits, yang antara lain berbunyi :
ان رسول الله صلى الله عليه وسلم حرم المتعة فقال:
............
2. Pengikut mazhab Syiah mengatakan perkawinan nikah mut’ah
dibolehkan dalam agama. Pendapat ini didasarkan pada sebuah hadits yang
berbunyi:
ان عمر قال : متعتان كانتا على عهد رسول الله صلى الله عليه
وسلم........
3. Imam zufar berkata perkawinan mut’at hukumnya sah
meskipun syaratnya batal. Oleh sebab itu, dibolehkan dalam ajaran islam.
Dikatakan sah karena keterangan hadits yang dikemukakan oleh pengikut mazhab
syiah, tetapi syaratnya batal karena tidak disertai dengan niat untuk
selama-lamanya.
C.
Tujuan
Nikah Mut’ah
Sebagaimanatersiratpadadefinisinikahmut’ah,
kawinjenisinihanyabertujuanuntukpelampiasannafsubiologis,
tidakadakeinginanuntukmembentukdanmembinasuaturumahtangga yang
permanensebagaimana yang diperintahkanoleh agama.
Sehinggadenganhanyamenyandarkanpemenuhankebutuhanbiologispadatujuanperkawinan,
makaperkawinanjenisinitidakadabedanyadenganprostitusi,
hanyasajadalamperkawinaniniadaakadsebagaiformalitassaja.
D.
SyaratRukunNikahMut’ah
Dalamperkawinansementaraini,
jugaterdapatsyaratrukunnikah yang sangatberbedadenganperkawinan yang
dituntunolehsyariat, yaitu:[8]
1.
Ijab
Kabul
Ijabkabul yang adadalamkawinmut’ahtidakberlangsungantarawalinikahdenganmempelaipria,
tetapiantarawanita yang bersangkutandengansipriacalonsuaminya.
2.
CalonIstri
Istilah istri dalam
nikah mut’ah tidaklah sama dengan perkawinan/pernikahan permanen, hal ini
sebagaimana diakui oleh tokoh syiah ibnu babawaih. Sehingga yang paling cocokadalahwanita yang
dijadikan partner dalamkawinmut’ah.
Dalamsyi’ahpenentuanmengenaiwanita yang
diperbolehkanuntukdimut’ahmemangtidaksamaantara yang ada di kitab-kitab
propaganda merekadengankitab-kitabaslimereka. Biladalamkitab propaganda yang
banyaktersebar di Indonesia bahwawanita yang tidakboleh di mut’ahadalah yang
masihperawan, yang masihpunyasuami, dan yang melacur. Akan
tetapiapabilakitapelajarikitab-kitabaslimerekamakakitaakandapatikebalikannya.
3.
BatasanWaktu
Termasukrukundalamkawinmut’ahadalahpenentuanbataswaktuberlangsungnyahubunganpria-wanita.Biladalamkawinpermanenpenetapanbataswaktudapatmerusakakad
yang diucapkan, makadalamkawinmut’ahmerupakansuatukeharusan.
4.
Mas
Kawin
Istilah mas kawin yang
ada dalam kawin mut’ah sesungguhnya adalah sebagai ongkos untuk membayar
kesenangan yang didapat dari tubuh wanita yang di kontrak.
E.
DampakNikahMut’ahSecaraYuridismaupunSosiologis
Praktik kawin/nikah
mut’ah yang terjadi pada umumnya banyak melahirkan permasalahan-permasalahanyuridisdansosiologis.
Berikutinimerupakanpermasalahanyuridis yang di maksudantaralainsbb:[9]
1. Tidakadanyamawaddahdanrohmah
2. Tidakadanyanafkah
3. Tidakadanyamekanismepewarisanantarsuamiistri
4. Tidakadanyamekanismecerai
Adapunpermasalahansosiologis yang
dimaksudantaralainsbb:
1. Merendahkanmartabatwanita
2. Melegalkanseksbebasdanprostitusiatasnama
agama
3. Merusak moral paragadis
4. PenelantaranAnak
5. Rentanterhadap AIDS