Rabu, 23 Mei 2012

nikah siri


Nikah Siri
A.          Pengertian Nikah Siri
Pernikahan siri sering diartikan oleh masyarakat umum dengan :
Pertama, pernikahan tanpa wali. Pernikahan semacam ini dilakukan secara rahasia (siri) dikarenakan pihak wali perempuan tidak setuju. Atau karena menganggap absah pernikahan tanpa wali. Atau hanya karena ingin memuaskan nafsu syahwat belaka tanpa mengindahkan lagi ketentuan-ketentuan syariat.[1]
Kedua, pernikahan yang sah secara agama namun tidak dicatatkan dalam lembaga pencatatan negara. 
B.            Sebab-sebab Berkembangnya Perkawinan Siri
Fenomena ini sungguh bertentangan dengan agama dan bertentangan nilai-nilai dan tradisi. Ada beberapa sebab atau faktor-faktor yang melatarbelakangiterjadidan berkembangnya pernikahansirri. Diantaranya adalah:
1.    Nikah sirri dilakukan karena hubungan yang tidak direstui oleh orang tua kedua pihak atau salah satu pihak.
2.    Nikah sirri dilakukan karena adanya hubungan terlarang.
3.    Nikahsirridilakukandengandalihmenghindaridosakarenazina.
4.    Nikahsirridilakukankarenapasanganmerasabelumsiapsecaramateridansecarasocial.
5.    Nikahsirridilakukanhanyauntukpenjagaan danmenghalalkanhubunganbadansaja.
6.    Nikahsirridilakukan karena tidak adanya kemampuan melaksanakan perkawinan secara syariat dan di lembaga pencatatan sipil negara.[2]
C.           Hukum Nikah Siri
Pernikahan semacam ini termasuk kedalam kategori zina murni, pernyataan tersebut berdasarkan pada dalil-dalil sebagai berikut :
1.    Pernikahan ini dilakukan tanpa sepengetahuan wali perempuan adalah pernikahan yang bathil (tidak sah).
2.    Pernikanahan ini dilaksanakan tanpa adanya pemberitahuan dan walimah, maka pernikahan ini tidak ubahnya dengan zina yang tersembunyi.
3.    Pernikahan dilakukan tanpa ada ketentuan untuk menyediakan tempat tinggal dan mahar, maka apa bedanya dengan zina, hanya kertas kecil yang mencatat kejadian itu, atau malah tidak tercatat sama sekali.[3]
D.           Hukum Negara Tentang Nikah Siri
RUU Nikah Siri atau Rancangan Undang-Undang Hukum Materil oleh Peradilan Agama Bidang Perkawinan yang akan memidanakan pernikahan tanpa dokumen resmi atau yang biasa disebut sebagai nikah siri, kini tengah memicu kontroversi ditengah-tengah masyarakat.
Pasal 143 dan pasal 144 Rancangan Undang-Undang
Pasal 143 RUU yang hanya diperuntukkan bagi pemeluk Islam ini menggariskan, setiap orang yang dengan sengaja melangsungkan perkawinan tidak di hadapan pejabat pencatat nikah dipidana dengan ancaman hukuman bervariasi, mulai dari enam bulan hingga tiga tahun dan denda mulai dari Rp6 juta hingga Rp12 juta. Selain kawin siri,draf RUU juga menyinggung kawin mutah atau kawin kontrak. Yaitu pada pasal 144 menyebut, setiap orang yang melakukan perkawinan mutah dihukum penjara selama-lamanya 3 tahun dan perkawinannya batal karena hukum.
E.            Akibat-akibat  dari Pernikahan Siri
1.    Banyak masyarakat yang telah mengetahui apa yang menimpa barat, yang disebabkan oleh pengaruh kebebasan, seperti mewabahnya penyakit-penyakit seksual.
2.    Bermunculan anak-anak tanpa keturunan (terlantar) di masyarakat yang bebas, sehingga menjadi krisis yang sulit ditemukan penyelesaiannya.
3.    Kebebasan tanpa batas telah merusak kelompok yang berusaha mendapatkan kebabasan tersebut, sementara kelompok masyarakat telah rusak itu akan merusak kelompok masyarakat yang lain.
4.    Melebarnya jurang pemisah antara anggota masyarakat, sehingga menjadi sebuah hubungan yang egois, jauh dari tolong menolong, gotong royong dan persaudaraan.[4]












Nikah Mut’ah
A.          Pengertian Nikah Mut’ah
Dalam hukum pernikahan islam terdapat beberapa bentuk pernikahan/ perkawinan yang dilarang. Diantaranya adalah kawin kontrak atau kawin muaqqot atau kawin mut’ah. Dinamakan kawin kontrak atau kawin muaqqot, karena kawin jenis ini telah ditentukan batas waktu berlangsngnya. Sedangkan dinamakan kawin mut’ah, sebab kawin ini hanya untuk bersenang-sedang saja antara pria dan wanita hanya untuk memuaskan nafsu, bukan untuk membina rumah tangga  yang sakinah mawaddah warahmah.[5]
Sedangkan menurut Imam Ali Ash-Shobuni, kawin kontrak (mut’ah) adalah seorang pria menyewa wanita hingga suatu waktu yang telah ditentukan dengan ongkos yang telah dipastikan. Pria tersebut dapat menggauli wanita yang bersangkutan dalam waktu yang telah ditentukan, kemudian meninggalkan siwanita sesudah terpenuhi keinginannya.
Definisi lain menyebutkan bahwa nikah mut’ah disebut juga zawaj muaqqot (kawin sementara) dan zawaj munqathi (kawin kontrak), yaitu seorang laki-laki menyelenggarakan akad nikah dengan seorang perempuan untuk jangka waktu sehari, sepekan, sebulan, atau batasan-batasan waktu lainnya yang telah diketahui.[6] Dan ini adalah perkawinan yang sudah disepakati akan keharamannya dan jika seseorang mengadakan akad nikah semacam ini berarti ia terjerumus pada perbuatan yang bathil.
B.            Hukum Nikah Mut’ah
Untuk menentukan status hukum tentang nikah mut’ah, maka dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam pendapat, yaitu:[7]
1.    Imam abu Hanifa, imam Malik, imam Syafi’i, imam Al-Laits dan imam Al-Auzaa’iy mengatakan bahwa perkawinan Mut’ah itu hukumnya haram. Pendapat ini didasarkan pada beberapa hadits, yang antara lain berbunyi :
ان رسول الله صلى الله عليه وسلم حرم المتعة فقال: ............
2.    Pengikut mazhab Syiah mengatakan perkawinan nikah mut’ah dibolehkan dalam agama. Pendapat ini didasarkan pada sebuah hadits yang berbunyi:
ان عمر قال : متعتان كانتا على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم........
3.    Imam zufar berkata perkawinan mut’at hukumnya sah meskipun syaratnya batal. Oleh sebab itu, dibolehkan dalam ajaran islam. Dikatakan sah karena keterangan hadits yang dikemukakan oleh pengikut mazhab syiah, tetapi syaratnya batal karena tidak disertai dengan niat untuk selama-lamanya.
C.           Tujuan Nikah Mut’ah
Sebagaimanatersiratpadadefinisinikahmut’ah, kawinjenisinihanyabertujuanuntukpelampiasannafsubiologis, tidakadakeinginanuntukmembentukdanmembinasuaturumahtangga yang permanensebagaimana yang diperintahkanoleh agama.
Sehinggadenganhanyamenyandarkanpemenuhankebutuhanbiologispadatujuanperkawinan, makaperkawinanjenisinitidakadabedanyadenganprostitusi, hanyasajadalamperkawinaniniadaakadsebagaiformalitassaja.
D.           SyaratRukunNikahMut’ah
Dalamperkawinansementaraini, jugaterdapatsyaratrukunnikah yang sangatberbedadenganperkawinan yang dituntunolehsyariat, yaitu:[8]
1.    Ijab Kabul
Ijabkabul yang adadalamkawinmut’ahtidakberlangsungantarawalinikahdenganmempelaipria, tetapiantarawanita yang bersangkutandengansipriacalonsuaminya.
2.    CalonIstri
Istilah istri dalam nikah mut’ah tidaklah sama dengan perkawinan/pernikahan permanen, hal ini sebagaimana diakui oleh tokoh syiah ibnu babawaih. Sehingga yang paling cocokadalahwanita yang dijadikan partner dalamkawinmut’ah.
Dalamsyi’ahpenentuanmengenaiwanita yang diperbolehkanuntukdimut’ahmemangtidaksamaantara yang ada di kitab-kitab propaganda merekadengankitab-kitabaslimereka. Biladalamkitab propaganda yang banyaktersebar di Indonesia bahwawanita yang tidakboleh di mut’ahadalah yang masihperawan, yang masihpunyasuami, dan yang melacur. Akan tetapiapabilakitapelajarikitab-kitabaslimerekamakakitaakandapatikebalikannya.
3.    BatasanWaktu
Termasukrukundalamkawinmut’ahadalahpenentuanbataswaktuberlangsungnyahubunganpria-wanita.Biladalamkawinpermanenpenetapanbataswaktudapatmerusakakad yang diucapkan, makadalamkawinmut’ahmerupakansuatukeharusan.
4.    Mas Kawin
Istilah mas kawin yang ada dalam kawin mut’ah sesungguhnya adalah sebagai ongkos untuk membayar kesenangan yang didapat dari tubuh wanita yang di kontrak.
E.            DampakNikahMut’ahSecaraYuridismaupunSosiologis
Praktik kawin/nikah mut’ah yang terjadi pada umumnya banyak melahirkan permasalahan-permasalahanyuridisdansosiologis. Berikutinimerupakanpermasalahanyuridis yang di maksudantaralainsbb:[9]
1.    Tidakadanyamawaddahdanrohmah
2.    Tidakadanyanafkah
3.    Tidakadanyamekanismepewarisanantarsuamiistri
4.    Tidakadanyamekanismecerai
Adapunpermasalahansosiologis yang dimaksudantaralainsbb:
1.    Merendahkanmartabatwanita
2.    Melegalkanseksbebasdanprostitusiatasnama agama
3.    Merusak moral paragadis
4.    PenelantaranAnak
5.    Rentanterhadap AIDS


[1]Muhammad QuraishShihab, 1001 SoalKeislaman yang PatutAndaKetahui, (Jakarta: LenteraHati, 2010),  h. 557-558
[2]Muhammad Fuad Syakir, Perkawinan Terlarang, (Jakarta: Cendekia Sentra Muslim, 2002),  h. 55
[3]Ibid. h. 58-59

[4]Muhammad Fuad Syakir, Perkawinan Terlarang, (Jakarta: Cendekia Sentra Muslim, 2002),  h. 57-58
[5]Luthfi Surkalam, Kawin Kontrak dalam Huukum Nasional Kita, (Tangerang: CV.Pamulang, 2005),  h. 15
[6]Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz, (Jakarta: Putaka As-sunnah, 2008),  h. 579
[7]Mahjuddin, MasailulFiqhiyah, (Jakarta: KalamMulia, 1998),  h. 44-45
[8]Luthfi Surkalam, Kawin Kontrak dalam Hukum Nasional Kita, (Tangerang: CV.Pamulang, 2005),  h. 16-18
[9]Ibid, h. 38-50