A.
Pengertian
ushul fiqh
Ushul fiqh
adalah tarkib idhafi (kalimat
majemuk) yang telah menjadi nama bagi suatu disiplin ilmu. Ditinjau dari segi
etimologi, ushul fiqh terdiri dari mudhaf
dan mudhaf ilaih. Untuk itu,
sebelum memberikan definisi ushul fiqh, terlebih dahulu kita harus mengetahui
pengertian lafadzh “ushul” (yang
menjadi mudhaf) dan “fiqh” (yang
menjadi mudhaf ilaih).
Kata
fiqh secara etimologi berarti “paham yang mendalam”. Seperti firman Allah yang
berbunyi:
ÉA$yJsù ÏäIwàs¯»yd ÏQöqs)ø9$# w tbrß%s3t tbqßgs)øÿt $ZVÏtn ÇÐÑÈ
Maka
mengapa orang-orang itu (orang munafik) Hampir-hampir tidak memahami
pembicaraan sedikitpun? (QS. An-nisa’: 78)
Arti
fiqh dari segi istilah hukum sebenarnya tidak jauh berbeda dari arti secara
etimologi yaitu: “Ilmu tentang hukum-hukum syara’ yang bersifat amaliyah yang
digali dan dirumuskan dari dalil-dalil tafsili”.
Dari
definisi tersebut, dapat diketahui bahwa pembahasan ilmu fiqh itu ada 2 macam,
yaitu:
1.
Pengetahuan tentang hukum-hukum syara’
mengenai perbuatan manusia yang prktis.
2.
Pengetahuan tentang dalil-dalil yang
terperinci (mendetail) pada setiap permasalahan.
Adapun
pengetian ashl (jamak: ushul) menurut
etimologi adalah dasar (fundamen) yang di atasnya dibangun sesuatu. Pengertian
ini sama dengan pengertia ushul secara terminlogi, karena ushul menurut
terminologi adalah dasar yang dijadikan pijakan oleh ilmu fiqh. Dengan
demikian “ushul fiqh” secara istilah teknik hukum berarti: “Ilmu tentang
kaidah-kaidah yang membawa kepada usaha merumuskan hukum syara’ dari dalil yang
terperinci,” atau dalam arti yang sederhana adalah: “Kaidah-kaidah yang
menjelaskan cara-cara mengeluarkan hukum dari dalil-dalilnya”.
Syeikh
Kamaluddin ibn Himam dalam Tahrir mendefinisikan ushul fiqh adalah pengertian
tentang kaidah-kaidah yang dijadikan sarana (alat) untuk menggali hukum-hukum
fiqh. Atau dengan kata lain, ushul fiqh adalah kaidah-kaidah yang menjelaskan
tentang cara (metode) pengambilan (penggalian) hukum-hukum yang berkaitan
dengan perbuatan manusia dari dalil-dalil syar’i.
Dari
penjelasan sederhana di atas dapat diketahui perbedaan ushul fiqh dan fiqh.
Ushul fiqh adalah pedoman atau aturan-aturan yang membatasi dan menjelaskan
cara-cara yang harus diikuti seorang fakih dalam usahanya menggali dan
mengeluarkan hukum syara’ dari dalilnya; sedangkan fiqh adalah hukum-hukum
syara’ yang telah digali dan dirumuskan dari dalil-dalil menurut peraturan yang
telah ditentukan itu.
B.
Objek
dan Ruang lingkup ushul fiqh
Objek
pembahasan fiqh adalah hukum yang terperinci. Adapun objek pembahasan ushul
fiqh adalah mengenai metodologi penetapan hukum-hukum tersebut. Kedua disiplin
ilmu tersebut sama-sama membahas dalil-dalil syara’ tetapi tinjauannya berbeda.
Fiqh membahas dalil-dalil tersebut untuk menetapkan hukum-hukum cabang yang
berhubungan dengan perbuatan manusia. Sedangkan ushul fiqh meninjau dari segi
metode penerapan penetapan hukum, klasifikasi argumentasi serta situasi dan
kondisi yang melatar belakangi dalil-dalil tersebut.
Bertitik tolak dari
definisi ushul fiqh yang disebutkan di atas maka bahasan pokok ushul fiqh
adalah tentang:
a. Dalil-dalil
dan hukum syara’
b. Hukum-hukum
syara’ yang terkandung dalam dalil itu
c. Kaidah-kaidah
tentang usaha dan cara mengeluarkan hukum syara’ dari dalil atau sumber yang
mengandungnya.
Dalam
membicarakan sumber hukum dibicarakan pula kemungkinan terjadinya benturan
antara dalil-dalil dan cara menyelesaikannya. Dibahas pula tentang orang-orang
yang berhak dan berwenang menggunakan kaidah atau metoda dalam melahirkan hukum
syara’ tersebut.
Muhammad
al-Zuhaili (ahli fiqih dan usulul fiqh dari syiria), menyatakan bahwa yang
menjadi objek kajian ushul fiqh yang membedakannya dari kajian fiqh antara lain
adalah :
1. Sumber
hukum islam atau dalil-dalil yang digunakan dalam menggali hukum syara, baik
yang disepakati (seperti kehujahan al-quran dan sunnah), maupun yang
diperselisihkan (seperti kehujahan istishan
dan mashlahah al-mursalah).
2. Mencariakan
jalan keluar dari dalil-dalil yang secara zahir dianggap bertentangan.
3. Pembahasan
ijtihad, syarat-syarat, dan sifat-sifat orang yang melakukannya, baik yang
menyakut sayarat-syarat umum maupun syarat-syarat khusus keilmuan yang harus
dimiliki mujtahid.
4. Pembahasan
tentang hukum syara, yangmeliputi syarat-syarat dan macam-macamnya, baik yang
bersifat tuntutan untuk berbuat, tuntutan untuk meninggalkan suatu perbuatan,
memilih untuk berbuat atau tidak, maupun yang berkaitan dengan sebab, syarat,
mani’, sah, batal/fasad, adzimah, dan ruksah.
5. Pembahasan
tentang kaidah-kaidah yang digunakan dan cara menggunakannya dalam
mengistinbathkan hukum dari dalil-dalil, baik melalui kaidah bahasa maupun
melalui pemahaman terhadap tujuan yang akan dicapai oleh suatu nash (ayat atau
hadist).
C.
Manfaat
ilmu ushul fiqh
Tujuan
yang hendak dicapai dari ilmu ushul fiqh adalah untuk dapat menerapkan
kaidah-kaidah terhadap dalil-dalil syara’ yang terperinci agar sampai kepada
hukum-hukum syara’ yang bersifat amali, yang ditunjukkan oleh dalil-dalil itu.
Dengan kaidah dan bahasannya itu dapat dipahami nash-nash syara’ dan hukum yang
terkandung di dalamnya. Dalam hal ini ada dua maksud mengetahui ushul fiqh itu.
Pertama,
bila kita telah mengetahui metoda ushul fiqh yang telah dirumuskan oleh ulama
terdahulu, maka bila suatu ketika kita menghadapi masalah baru yang tidak
mungkin ditemukan hukumnya dalam kitab-kitab fiqh terdahulu, maka kita dapat
mencari jawaban hukum terhadap masalah baru itu dengan cara menerapkan
kaidah-kaidah hasil rumusan ulama terdahulu itu.
Kedua,
bila kita menghadapi masalah hukum fiqh yang terurai dalam kitab-kitab fiqh,
tetapi mengalami kesukaran dalam penerapannya karena sudah begitu jauhnya
perubahan yang terjadi, dan kita ingin mengkaji ulang rumusan fuqaha lama itu
atau ingin merumuskan hukum yang sesuai dengan kemaslahatan dan tuntunan
kondisi yang menghendakinya. Kaji ulang terhadap suatu kaidah atau menentukan
kaidah baru itu tidak dapat mungkin dilakukan bila tidak mengetahui secara baik
usaha dan cara ulama lama dalam merumuskan kaidahnya.
Secara
sistematis, para ulama ushul fiqh mengemukakan kegunaan ilmu ushul fiqh, yaitu
antara lain untuk:
1. Mengetahui
kaidah-kaidah dan cara-cara yang digunakan mujtahid dalam memperoleh hukum
melalui metode ijtihad yang mereka susun.
2. Memberikan
gambaran mengenai sayarat-syarat yang harus dimiliki seorang mujtahid, sehingga
dengan tepat ia dapat menggali hukum-hukum syara’ dari nasah.
3. Menentukan
hukum melalui berbagai metode yang dikembangkan para mujtahid, sehingga
berbagai persoalan baru yang secara lahir belum ada dalam nasah; dan belum ada
ketetapan hukumnya dikalangan ulama terdahulu dapat di tentukan hukumnya.
4. Memelihara
agama dari penyalahgunaan dalil yang mungkin terjadi.
5. Menyusun
kaidah-kaidah umum yang dapat diterapkan guna menetapkan hukum dari berbagai
persoalan sosial yang berkembang.
6. Mengetahui
kekuatan dan kelemahan suatu pendapat sejalan dengan dalil yang digunakan dalam
berijtihad, sehingga para peminat hukum islam dapat melakukan tarjih
(penguatan) salah satu dalil atau pendapat tersebut dengan mengemukakan
alasannya.
'fon� #z : �@ �> ne-height:150%;
font-family:"Times New Roman","serif"'>Dalamperkawinansementaraini,
jugaterdapatsyaratrukunnikah yang sangatberbedadenganperkawinan yang
dituntunolehsyariat, yaitu:[8]
1.
Ijab
Kabul
Ijabkabul yang adadalamkawinmut’ahtidakberlangsungantarawalinikahdenganmempelaipria,
tetapiantarawanita yang bersangkutandengansipriacalonsuaminya.
2.
CalonIstri
Istilah istri dalam
nikah mut’ah tidaklah sama dengan perkawinan/pernikahan permanen, hal ini
sebagaimana diakui oleh tokoh syiah ibnu babawaih. Sehingga yang paling cocokadalahwanita yang
dijadikan partner dalamkawinmut’ah.
Dalamsyi’ahpenentuanmengenaiwanita yang
diperbolehkanuntukdimut’ahmemangtidaksamaantara yang ada di kitab-kitab
propaganda merekadengankitab-kitabaslimereka. Biladalamkitab propaganda yang
banyaktersebar di Indonesia bahwawanita yang tidakboleh di mut’ahadalah yang
masihperawan, yang masihpunyasuami, dan yang melacur. Akan
tetapiapabilakitapelajarikitab-kitabaslimerekamakakitaakandapatikebalikannya.
3.
BatasanWaktu
Termasukrukundalamkawinmut’ahadalahpenentuanbataswaktuberlangsungnyahubunganpria-wanita.Biladalamkawinpermanenpenetapanbataswaktudapatmerusakakad
yang diucapkan, makadalamkawinmut’ahmerupakansuatukeharusan.
4.
Mas
Kawin
Istilah mas kawin yang
ada dalam kawin mut’ah sesungguhnya adalah sebagai ongkos untuk membayar
kesenangan yang didapat dari tubuh wanita yang di kontrak.
E.
DampakNikahMut’ahSecaraYuridismaupunSosiologis
Praktik kawin/nikah
mut’ah yang terjadi pada umumnya banyak melahirkan permasalahan-permasalahanyuridisdansosiologis.
Berikutinimerupakanpermasalahanyuridis yang di maksudantaralainsbb:[9]
1. Tidakadanyamawaddahdanrohmah
2. Tidakadanyanafkah
3. Tidakadanyamekanismepewarisanantarsuamiistri
4. Tidakadanyamekanismecerai
Adapunpermasalahansosiologis yang
dimaksudantaralainsbb:
1. Merendahkanmartabatwanita
2. Melegalkanseksbebasdanprostitusiatasnama
agama
3. Merusak moral paragadis
4. PenelantaranAnak
5. Rentanterhadap AIDS
[1]Muhammad
QuraishShihab, 1001 SoalKeislaman yang PatutAndaKetahui,
(Jakarta: LenteraHati, 2010), h. 557-558
[8]Luthfi Surkalam, Kawin Kontrak dalam Hukum Nasional Kita, (Tangerang: CV.Pamulang, 2005), h. 16-18