Jumat, 08 Maret 2013

perkawinan beda agama


PEMBAHASAN
Pengertian
Yang dimaksud dengan “perkawinan antar orang yang berlainan agama” di sini ialah perkawinan orang Islam (pria/wanita) dengan orang  bukan Islam (pria/wanita).
Sedangkan perkawinan antar agama, dapat diartikan sebagai perkawinan dua insan yang berbeda agama, kepercayaan atau paham.
Hukumnya
Mengenai masalah ini Islam membedakan hukumnya sebagai berikut :
Perkawinan antara seorang pria Muslim dengan wanita musyrik
Islam melarang perkawinann antara seorang pria Muslim dengan wanita musyrik baik budak maupun merdeka, berdasarkan firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 221 :
(((( (((((((((( ((((((((((((((( (((((( (((((((( ( (((((((( (((((((((( (((((( (((( (((((((((( (((((( (((((((((((((( ( (((( (((((((((( ((((((((((((((( (((((( ((((((((((( ( (((((((((( (((((((( (((((( (((( (((((((( (((((( (((((((((((( ( (((((((((((( ((((((((( ((((( (((((((( ( (((((( (((((((((( ((((( (((((((((( (((((((((((((((( ((((((((((( …( (((((  
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.”

Dalam ayat ini terdapat keterangan agar orang Muslim selalu berhati-hati terhadap jebakan orang-orang musyrik untuk menggiring kita meninggalkan agama Islam dengan menawarkan yang cantik untuk dikawininya.
Sehingga setelah Allah swt menurunkan ayat ini Umar bin Khattab ra menceraikan dua istri beliau yang dinikahinya ketika masih musyrik.
Ibnu Qudamah ra. Menyatakan : tidak ada perselisihan di antara para ulama bahwa wanita dan sembelihan semua orang kafir selain ahli kitab seperti orang yang menyembah patung, batu, pohon dan hewan yang mereka anggap baik, haram (bagi kaum Muslimin).
Ketika Ibnu Umar ditanya mengenai pernikahan seorang laki-laki Muslim dengan perempuan Nasrani atau Yahudi, dia berkata, “Allah swt. telah mengharamkan perempuan-perempuan musyrik atas laki-laki Muslim. Dan aku tidak tahu adakah kemusyrikan yang lebih berbahaya dari pengakuan seorang perempuan bahwa tuhannya adalah Isa as. Sesungguhnya Isa as. Hanyalah seorang hamba Allah  swt”.
Perkawinan antara seorang pria Muslim dengan wanita Ahlul Kitab
Kebanyakan ulama berpendapat, bahwa seorang pria Muslim boleh kawin dengan wanita Ahlul Kitab (Yahudi atau Kristen), yang berdasarkan firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 5 :
(((((((((( (((((( (((((( ((((((((((((( ( ((((((((( ((((((((( (((((((( ((((((((((( (((( (((((( ((((((((((((( (((( (((((( ( ((((((((((((((((( (((( ((((((((((((((( ((((((((((((((((( (((( ((((((((( (((((((( ((((((((((( ((( (((((((((( (((((( (((((((((((((((( ((((((((((( ((((((((((( (((((( (((((((((((( (((( (((((((((( ((((((((( ( ((((( (((((((( (((((((((((( (((((( (((((( ((((((((( (((((( ((( (((((((((( (((( (((((((((((((( (((  
“Pada hari ini Dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan Dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi”.
Tidak ada pertentangan di antara ayat 221 surat Al-Baqarah dengan Al-Maidah ayat 5, karena kata asy-Syirik (kemusyrikan) tidak mencakup Ahlul Kitab sebagaimana firman Allah swt.
(((( (((((( ((((((((( ((((((((( (((( (((((( ((((((((((( ((((((((((((((((( ((((((((((( (((((( (((((((((((( ((((((((((((( (((  
“Orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata” (QS.Al-Bayyinah: 1)
Dalam ayat ini, Allah swt. membedakan sebutan bagi keduanya (Ahlul Kitab dan Musyrik) dan kata penghubung di antara kedua kata tersebut berfungsi sebagai pemisah atau pembeda.
Imam Abu Ja’far ath-Thabari ra. Menyatakan : “Pendapat yang paling rajih tentang tafsir ayat 221 dari Al-Baqarah adalah pendapat Qatadah ra. yang menyatakan bahwa yang dimaksudkan oleh Allah swt. dalam firman-Nya :
(((( (((((((((( ((((((((((((((( (((((( (((((((( (
(Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman) adalah wanita musyrik selain ahli kitab. Secara dzahir ayat ini bersifat umum. Namun kandungannya bersifat khusus, tidak ada yang dimansukh (dihapus) sama sekali. Dan wanita ahli kitab tidak termasuk di dalam ayat di atas, karena Allah menghalalkan bagi kaum muslimin untuk menikahi wanita-wanita yang menjaga kehormatan dari ahli kitab dengan firman-Nya :
((((((((((((((((( (((( ((((((((( (((((((( ((((((((((( ((( ((((((((((
(dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al kitab sebelum kamu), sebagaimana Allah swt menghalalkan wanita-wanita mukminat yang menjaga kehormatan.
Selain berdasarkan Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 5, juga berdasarkan sunnah Nabi, di mana Nabi pernah kawin dengan wanita Ahlul Kitab yakni Mariah al-Qibtiyah (Kristen). Demikian pula seorang sahabat Nabi yang termasuk senior bernama Huzaifah bin Al-Yaman pernah kawin dengan seorang wanita Yahudi, sedang para sahabat tidak ada yang menentangnya.
Namun demikian, ada sebagian ulama yang melarang perkawinan antara seorang pria Muslim dengan wanita Kristen atau Yahudi, karena pada hakikatnya doktrin dan praktik ibadah Kristen dan Yahudi itu mengandung unsur syirik yang cukup jelas, misalnya ajaran trinitas dan mengkultuskan Nabi Isa dan ibunya Maryam (Maria) bagi umat Kristen, dan kepercayaan Uzair putra Allah dan mengkultuskan Haikal Nabi Sulaiman bagi umat Yahudi.
Perkawinan antara seorang wanita Muslimah dengan pria non-Muslim.
Ulama telah sepakat bahwa Islam melarang perkawinan antara seorang wanita Muslimah dengan pria non-Muslim, baik calon suaminya itu termasuk pemeluk agama yang mempunyai kitab suci, seperti Kristen dan Yahudi (revealed religion), ataupun pemeluk agama yang mempunyai kitab serupa kitab suci, seperti Budhaisme, Hinduisme, maupun pemeluk agama atau kepercayaan yang tidak punya kitab suci dan juga kitab yang serupa kitab suci. Termasuk pula di sini penganut Animisme, Ateisme, Politeisme dan sebagainya.
Adapula dalil yang menjadi dasar hukum untuk larangan kawin antara wanita Muslimah dengan pria non-Muslim,
firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 221 :
(((( (((((((((( ((((((((((((((( (((((( ((((((((((( ( (((((((((( (((((((( (((((( (((( (((((((( (((((( (((((((((((( ( (((((((((((( ((((((((( ((((( (((((((( ( (((((( (((((((((( ((((( (((((((((( (((((((((((((((( ((((((((((( ( ((((((((((( ((((((((((( (((((((( (((((((((( ((((((((((((( (((((  
“Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik dengan wanita-wanita yang mukmin sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang beriman lebih baik daripada orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surge dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayatNya (perintah-perintahnya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.”
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin ra. menyatakan : Maknanya adalah janganlah kalian menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu’min) hingga mereka beriman.
Hal ini juga dipertegas dengan firman Allah swt. QS. Al-Mumtahanah ayat 10 :
((((((((((( ((((((((( ((((((((((( ((((( (((((((((( ((((((((((((((( (((((((((((( ((((((((((((((((( ( (((( (((((((( (((((((((((((( ( (((((( ((((((((((((((( ((((((((((( (((( ((((((((((((( ((((( ((((((((((( ( (( (((( (((( (((((( (((( (((( ((((((((( (((((( …( ((((  
”Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, Maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka;maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman Maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka.”
Dalam ayat yang mulia ini Allah swt. melarang untuk mempertahankan status pernikahan kaum mukminat dengan orang kafir. Bila status pernikahan yang sudah terjadi saja harus diputus, maka tentu lebih tidak boleh lagi bila memulai pernikahan baru.
Ijma’ para ulama tentang larangan perkawinan antara wanita Muslimah dengan pria non-Muslim.
Adapun hikmah dilarangnya perkawinan antara orang Islam (pria/wanita) dengan orang yang bukan Islam (pria/wanita selain Ahlul Kitab), ialah bahwa antara orang Islam dengan orang Kafir selain Kristen dan Yahudi itu terdapat way of life dan filsafat hidup yang sangat berbeda. Sebab orang Islam percaya sepenuhnya kepada Allah sebagai pencipta alam semesta, percaya kepada para nabi, kitab suci, malaikat, dan percaya pula pada hari kiamat; sedangkan orang musyrik/kafir pada umumnya tidak percaya pada semua itu. Kepercayaan mereka penuh dengan khurafat dan irasional. Bahkan mereka selalu mengajak orang-orang yang telah beragama/beriman untuk meninggalkan agamanya dan kemudian diajak mengikuti “kepercayaan/ideologi” mereka.
Mengenai hikmah diperbolehkannya perkawinan antara seorang pria Muslim dengan wanita Kristen/Yahudi ialah karena pada hakikatnya agama Kristendan Yahudi  itu satu rumpun dengan agama Islam, sebab sama-sama agama wahyu. Maka kalau seorang wanita Kristen/Yahudi nikah dengan pria Muslim yang baik, yang taat pada ajaran-ajaran agamanya, dapat diharapkan atas kesadaran dan kemauannya sendiri masuk Islam, karena ia dapat menyaksikan dan merasakan kebaikan dan kesempurnaan ajaran agama Islam, setelah ia hidup di tengah-tengah keluarga Islam.













PENUTUP
Kesimpulan
Pernikahan yang baik adalah pernikahan yang dilakukan laki-laki dan perempuan yang sama aqidahnya, akhlak dan tujuannya, disamping cinta dan ketulusan hati.
Perkawinan beda agama akan menimbulkan berbagai konflik dalam pelaksanaan ibadah, pendidikan anak, pengaturan makanan, pembinaan tradisi keagamaan, muamalah dengan keluarga kedua belah pihak, dsb
Islam melarang perkawinann antara seorang pria Muslim dengan wanita musyrik baik budak maupun merdeka.
Kebanyakan ulama berpendapat, bahwa seorang pria Muslim boleh kawin dengan wanita Ahlul Kitab.
Ulama telah sepakat bahwa Islam melarang perkawinan antara seorang wanita Muslimah dengan pria non-Muslim, baik calon suaminya itu termasuk pemeluk agama yang mempunyai kitab suci, ataupun pemeluk agama yang mempunyai kitab serupa kitab suci.







DAFTAR PUSTAKA

Mahjuddin, Masailul Fiqhiyah berbagai Kasus yang dihadapi Hukum Islam Masa Kini. Jakarta: Kalam Mulia. 2003.
Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunnah Jilid 3 cet.2. Jakarta: Cakrawala Publishing. 2011.
Saleh, Marhamah. Masail Fiqhiyah: Membahas tentang Isu-isu Fiqih Kontemporer. Jakarta. 2011.
Syamhudi, Kholid. Majalah As-Sunnah edisi ke-11: Nikah dengan Orang Kafir.  Februari 2009.
Zuhdi, Masjfuk. Masail Fiqhiyah. Jakarta: Haji Masagung. 1993.